Kamis, 05 Januari 2012

Vonis Hakim Abaikan Dampak Psikologis pada AAL


Vonis bersalah yang dijatuhkan hakim kepada AAL, siswa SMKN 3 Kota Palu, dinilai pengamat masalah anak, mengabaikan soal dampak psikologis yang akan terjadi kepada anak itu kelak. Kendati hukumannya dikembalikan kepada orang tuanya, tetapi vonis bersalah seolah memberi cap atau stigma pencuri pada AAL.

Hal ini dikatakan pengamat Sosial dari Universitas Tadulako, Tahmidi Lasahido, dan aktivis dan pengamat masalah anak dari Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Tengah, Tahir Mahyuddin, Rabu (4/1/2012) malam.

Keduanya menilai vonis bersalah walau tanpa hukuman kurungan, tak memulihkan harkat dan martabat AAL sebagai seorang anak.

"Kami sangat menyesalkan vonis bersalah ini. Yang kami khawatirkan adalah dampak psikologis yang terjadi pada anak itu kelak, karena vonis yang dijatuhkan kepadanya. Putusan mengembalikan dia kepada orang tuanya, tidak akan menghapus stigma yang akan muncul pascavonis. Putusan ini tidak memulihkan harkat dan martabatnya sebagai anak," kata Tahir Mahyuddin .

Hal senada dikatakan Tahmidi Lasahido, pengamat sosial dari Universitas Tadulako.

"Ada apa dengan sistem hukum di Indonesia. Sejak awal mestinya kasus ini bisa dicegah masuk ke pengadilan, tapi malah dibiarkan. Sekarang malah divonis bersalah. Apakah tidak dipikirkan bahwa vonis ini akan merusak psikologis anak tersebut, dan bisa jadi akan menggangu masa depannya, karena vonis ini bisa pengantar untuk membentuk stigma bahwa dia pencuri, dia pelaku kriminal. Harusnya nama baiknya dipulihkan," kata Tahmidi.

Keduanya juga heran, hakim mengabaikan fakta bahwa sandal yang dipersoalkan sejak awal adalah merek Eiger. Kemudian sandal merek Ando yang dibawa sebagai barang bukti ke pengadilan.

Selain itu, hakim mengabaikan fakta bahwa sandal itu ditemukan di pinggir jalan di luar pagar, dan jauh dari kamar kos Briptu Ahmad Rusdi Harahap. Sandal Ando itu diakui Briptu Rusdi sebagai miliknya, dan kemudian melaporkan AAL ke polisi dengan tuduhan mencuri.

Menurut Tahmidi, ada pergeseran persepsi dari kata menemukan menjadi mencuri, yang akhirnya membuat hakim memvonis bersalah AAL.

Ketika sandal tersebut ditemukan dan tidak jelas pemiliknya, seharusnya AAL tidak bisa divonis bersalah. Kalau mencuri, jelas bahwa sandal tersebut ada pemiliknya, tapi ini tidak terbukti.

"Apakah setiap barang yang ditemukan dan tidak jelas siapa pemiliknya, lantas bisa langsung divonis sebagai pencurian," katanya.

Tak hanya keduanya, ratusan pengunjuk rasa yang mengikuti jalannya sidang kasus sandal jepit yang mendudukkan AAL sebagai terdakwa, juga menyatakan kekecewaannya terhadap putusan ini.

Usai vonis, pengunjuk rasa menyampaikan kekecewaan dengan berorasi di halaman PN Palu. Sidang kasus sandal jepit ini dimulai Rabu pagi dan berakhir sekitar pukul 20.45 Wita.


download sofware fullversion, vagina, pegawai negeri sipil, website murah, hubungan intim, niat musik, tips android, tas wanita, ban mobil, baju, sosial media, scam, job vacancy, pasti, isuzu, terbaruherbal, utama, lembaga pendidikan, ponsel, toko online, artis, surabaya, web design, bank, opera mini, busana, dinas, wanta, gratis, office, jawa timur, berita unik, nasabah, kaos, asing, peluang usaha, line, bisnis online, accessories, artikel populer, uang, politik, jam tangan, foto, android, baju anak, keluarga, bisnis, sex, online, informasi, kesehatan, sepatu, komputer tablet, rok, disfungsi ereksi, dress, video, kostum, perempuan, obat kuat, berita, produk, shop, gaun, ejakulasi dini, kanker, teknologi, seksual, lucu banget, gosip, tubuh, blog, website, cash, ebook gratis, gairah seksual, muslim, kisah nyata, jakarta, bisnis sampingan, internasional, import, modern, kecantikan, drama korea, group, hangat, lprea, harga laptop, aksesoris, bisnis internet, testosteron.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More